…sekolah disini, tidak ada yang istimewa dalam setiap pergantian tahun ajaran baru . Semua biasa saja. Tidak perlu seragam baru, sepatu, atau tas baru. Biaya pendaftaran atau daftar ulang pun tidak ada. Bahkan buku baru pun tidak perlu, karena semuanya sudah disediakan gratis oleh sekolah. – a random thought

A Year 1 Primary School Student
Rupanya, liburan musim panas sekolah yang panjang, satu setengah bulan lamanya, berlalu begitu saja. Selama itu, anak lanang hanya berkutat di rumah saja. Tidak ada acara liburan, tidak ada acara jalan-jalan. Masing pusing dengan disertasi yang tidak kunjung usai dijadikan alibi oleh bapak si anak lanang. Padahal sejatinya, tidak ada anggaran untuk jalan-jalan. Hehe.
Untuk mengusir kebosanan selama liburan, hanya beberapa hari tertentu dalam seminggu, sang bapak mengajak si anak lanang mengunjungi perpustakaan komunitas terdekat, yang hanya berjarak sekira dua ratus meter dari rumah. Duduk-duduk sebentar di sofa yang nyaman, sambil si anak lanang memilih buku-buku kesayangan dan sejenak bermain dengan sejumlah maianan di perpustakaan. Sebelum keduanya asyik dengan dunia nya sendiri-sendiri.
Hari ini, 1 September 2016, hari sekolah pertama anak lanang di kelas yang baru. Year 1 Primary School alias kelas satu sekolah dasar. Masih di sekolah yang sama, Berridge primary and nursury school, dengan kelas reception setahun sebelumnya, yang harus ditempuh selama 20 menit dengan ngontel sepeda.
Pagi itu, beberapa murid yang didampingi orang tuanya masing-masing, sudah berbaris rapi di depan kelas. Pintu kelas bernama Birch yang di depanya tumbuh bunga matahari itu masih tertutup rapat. Murid-murid sudah tak sabar menunggu kelas dibuka.
Beberapa jenak kemudian, seorang pak guru yang terlihat gagah dengan jas dan dasi yang dikenakanya, dan berwibawa dengan jenggot, kumis, jambang dan rambutnya yang mulai memutih, muncul membuka pintu kelas dengan menebar senyum dan aura wajah yang penuh kesabaran. Menyapa dengan ramah semua calon murid barunya: Good morning everyone! Sesaat kemudian, seorang ibu guru yang cantik dan sabar keluar membawa papan pengumuman kecil , meletakkanya tepat di depan kelas.
Di papan pengumuman itu tertulis himbauan kepada semua orang tua, agar setidaknya dua kali dalam seminggu menyempatkan diri membaca buku bersama dengan anak-anak mereka. Satu per satu, bocah-bocah umur lima tahun itu, memasuki ruangan. Pak guru menyebut satu per satu nama murid-murid barunya itu. Luar biasa, di hari pertama pun, pak guru sudah hafal nama-nama muridnya.
Keadaan yang hening dan tertib tiba-tiba berubah, saat seorang bocah tak mau turun dari gendongan ibunya. Menangis, meraung-meraung, tidak mau ditinggal sendirian oleh ibunya. Dengan sigap dan tenang, pak guru yang gagah merebut si bocah dari gendongan sang ibu. Tangan si bocah memegang erat baju sang ibu, tetapi akhirnya lepas juga. Tangis si bocah semakin menjadi-jadi, meronta ingin turun dari gendongan pak guru. Tanganya memegang erat sisi pintu kelas, saat pak guru membawanya masuk kelas. Dengan lembut, bu guru membantu melepas tangan si bocah. Kelas pun ditutup rapat-rapat, dan sang ibu yang berbadan tegap atletis itu pun pergi meninggalkan halaman sekolah.
Tidak ada yang istimewa di pergantian tahun baru, semua biasa-biasa saja. Tidak ada biaya ini dan itu, tidak perlu mengurus administrasi yang ini dan lain itu. Pun tidak ada biaya membeli buku baru. Semua buku disediadakan gratis oleh sekolah. Bahkan makan siang pun disediakan dengan percuma oleh pemerintah kota. Anak-anak belajar dengan tenang dan senang, dari pagi hingga petang. Tidak pernah ada PR yang memberatkan, hanya buku diary daftar buku yang harus dibaca di rumah. Alangkah menyenangkan sekolah disini.
Bukankah seharusnya begitu pendidikan? jika pendidikan dipercaya sebagai alat transformasi kehidupan di masa depan, setiap anak yang lahir sudah seharusnya mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama baiknya untuk meraih masa depan terbaiknya, seburuk apa pun latar belakang ekonomi keluarganya. Bukankah seperti itu seharus pendidikan? Pendidikan itu memanusiakan, bukan memenjarakan.
Selamat belajar anak lanang!
Enak ya. Gak enek beban blas. Ndik Indonesia cah umur 5 tahun wis sibuk les moco. Soale ujian mlebu SD pun kudu iso moco. Sungguh amazing negara kita tercinta ini.
Eh saiki wis berubah durung ya? Khan mentrine ganti…
hehe, nang kene ndak usum les-lesan ndop. Tapi cah umur 4 tahun wes podo iso baca ndop, dari sekolah saja.
Keren yaaa… Bahwasanya les kui asline lahan bisnis saja. Bukan lahan pembelajaran.
betul sekali ndop, gaji gurune pas2 san soale. ujung2 nya duit. mbulet terus, persoalan yen duit masih jadi pengerane urip. :D.
Hhahaha menuhankan duit ya. Parah.
😀
Negara kita kadang belajar malah penuh tekanan
hehe bener mas, happy eid mas!
Yuk takbiran
Kl di indo, pendidikan bukan utk mendidik generasi muda, mas, tp lbh utk jd lahan bisnis,ganti menteri ganti kurikulum biar ada alasan utk keluarkan anggaran negara (yg ujung2nya pasti ada yg msk kantong pribadi), nanti kl ternyata diprotes org banyak, oh berarti ga cocok- ganti kurikulum lg-duit lg….capee deh 😀
haha, politik dan duit masih tetep jadi punggawanya 😀