…. salah satu hal yang membuat saya kagum dengan orang UK adalah dalam hal menjaga warisan kekayaan budaya leluhur mereka. Membuat warisan masa lalu itu masih bisa dihadirkan hingga sekarang. Orang UK adalah bangsa yang sangat bangga dengan masa lalu mereka. – A Random Thought
Akhirnya, saya kembali lagi di kota ini. Lincoln, kota kecil yang bisa dicapai dengan 1 jam perjalanan kereta api ini, menyimpan kenangan sendiri buat saya. Musim dingin, Desember 2012, menjadikan kota ini menjadi kota pertama di UK yang saya kunjungi setelah Nottingham. Perjalanan pertama menjajal nyamanya kereta api di UK. Perjalanan pertama diniatkan untuk sekedar jalan-jalan. Masih teringat bagaimana suaana riuhnya ribuan orang saat itu, berduyun-duyun, menyemut datang ke Christmast Market, konon terbesar di Eropa, yang di helat di atas bukit ini. Euforia orang-orang menyambut hari raya terbesar mereka, hari Natal. Yah, pengalaman pertama memang selalu berkesan dan tidak mudah dilupakan.
Jelas, suasana saat itu tak pernah bisa saya ulang kembali. kembali. Momentum, memang tidak pernah bisa diulang Kali ini, saya mengunjungi kota ini dengan suasana yang berbeda. Di akhir musim semi, bersama keluarga dan teman-teman yang saya sayangi. Hari itu, hari begitu cerah. Memompa semangat kami, menjajaki jejak-jejak langkah, menuju sebuah puncak bukit. Yah puncak bukit inilah, dahulu jantung kota ini berada. Tempat pusat kekuasaan, dalam simbol castle dan pusat spiritual dalam simbol katedral berada.
Sepanjang perjalanan menuju puncak bukit, ada beberapa tempat menarik untuk dikunjungi. Di bawah bukit ada Universitas Lincoln dan pusat aktivitas kota. Universitas Lincoln memang tak sebesar Universitas Nottingham. Tetapi ada kesamaan. Di kedua kampus ini, ada danau yang indah dan nyaman di pandang. Suasana, pusat kota di hampir semuakota di Inggris juga selalu dapat dinikmati. Jauh dari ruwetnya kendaraan, melihat hampir semua orang berjalan kaki adalah suasana yang sangat mahal untuk didapatkan di tanah air. Saya juga selalu menikmati musisi jalanan sambil duduk di bangku panjang di pinggiran jalan lebar khusus pejalan kaki di jantung kota.
Di pusat kota Lincoln ini, secara tidak sengaja bertemu dengan saudara lama kita, yaitu orang-orang Timur Leste. Tentu saja, mereka yang menegur kami pertama. Rupanya, ikatan pernah menjadi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa itu belum luntur di antara kami.
Meskipun mereka sudah tak senasib, sebagai satu bangsa kembali.Bahkan, mereka sudah berpaspor Portugal dan bekerja di Inggris. Dari pertemuan itu, saya melihat ada kerinduan mereka untuk sama-sama berbahasa Indonesia.
Di kiri kanan jalan menuju bukit, saya masih melihat bangunan-bangunan kuno yang sengaja dipertahankan. Bahkan ada toko khusus yang menjual barang-barang antik. Dan juga toko buku yang menjual buku dan kartu pos dari masa lalu. Suasana ini, terkadang membawa saya seperti hidup di jaman beberapa abad yang lalu.
Di puncak bukit, ada Castle yang bentengnya terlihat sangat kokoh. Seolah menjadi saksi bisu atas kejayaan di masa lalau. Berhadapan dengan pintu gerbang Castle adalah sebuah Katedral yang sangat megah dan luas. Saya terkagum-kagum dengan arsitektur bangunan gereja yang sangat rumit dan indah ini. Dalam pikiran saya terbayang,bagaimana orang-orang gereja dahulu begitu berkuasa mengatur tata kehidupan manusia.
Sebelum katedral megah itu tak ubahnya sebuah bangunan indah, pajangan kenangan sejarah. Ketika manusia-manusia di benua ini tak lagi taat pada sabda pendeta gereja. Ketika gereja-gereja kehilangan kekuasaanya. Di sekitar Castle dan Katedral ada hamparan rumput hijau yang luas nan rapi. Anak-anak tersihir untuk berlama-lama bermain di atas permadani rumput ini.
Tak jauh dari Castle dan Katedral, ada juga wind mill, kincir angin, yang dulu digunakan untuk menumbuk bijih gandum. Saya terkesima pada si penjaga windmil, yang begitu baik menjelaskan sejarah, dan hal-hal teknis bagaimana tenaga angin itu digunakan menggantikan tenaga manusia untuk menumbuk bijih gandum menjadi tepung gandum. Walaupun, kita tidak dikenakan bayaran satu sen pun.
Ada juga museum Linconshire Life. Bagaimana manusia yang hidup di wilayah lincoln ini hidup dari abad ke abad di dokumentasikan dengan sangat apik di kota ini.
Kita memang selalu bisa belajar dari sejarah masa lalu. Beruntung, di negara ini, sejarah itu begitu dekat, dan bisa dihadirkan kembali. Masa lalu, pada akhirnya bukanlah sekedar masa lalu. Tetapi inspirasi untuk hari ini dan hari-hari berikutnya nanti. Memang begitulah seharusnya sebuah bangsa, bangsa yang bangga akan masa lalu mereka.
*) Catatan Perjalanan: Juni 2015
di Norn Iron, saudara kita dari timor leste ini banyak sekali cak. Mereka senang bisa ngobrol pakai bahasa Indonesia setiap berjumpa dengan saya. Rata rata ke sini mereka menggunakan paspor portugal. Masih bisa bahasa Indonesia ternyata? kata saya. Tentu pak, saya SD sampai SMA nya kan pakai bahasa Indonesia dulunya pal, begitu jawab mereka setiap saya tanya. Di sini mereka banyak sekali di daerah Dunganon.
banyak juga ya pak, di NI. betul mereka ada kerinduan berbahasa Indonesia sepertinya. Hehehe
di NI, lumayan banyak Cak…tentu, mereka rindu sekali agaknya